Palestina Sebut Arab
Tak Peduli
Soal Konflik dengan Israel
menganggap negara Arab tidak pernah benar-benar peduli dengan
penjajahan yang masih dialami bangsanya. Menteri Luar Negeri
Palestina Riad Al Malki menganggap negara Arab seperti Arab Saudi dan sejumlah
negara Timur Tengah lain sangat lemah sehingga tak mampu membantu menyelesaikan
konflik antara negaranya dengan Israel.
"Kami melihat
negara Arab sangat lemah, terpecah, dan hanya memikirkan masalah internal
mereka seperti masalah di Suriah, Iraq, dan Yaman," kata Riad saat mengisi
kuliah umum di Sekolah Kajian Strategis dan Global Universitas Indonesia,
Jakarta, Senin (15/10).
"Mereka (negara Arab) tidak memiliki kekuatan dan kemampuan
bahkan hanya untuk melihat apa yang terjadi di wilayah Palestina yang masih
diokupasi (Israel)."
Pernyataan itu
diutarakan Riad menyusul konflik Palestina dan Israel yang belakangan kembali
memanas, terutama setelah Amerika Serikat memutuskan mengakui Yerusalem sebagai
Ibu Kota Israel pada Desember 2017 lalu.
Padahal,
Yerusalem merupakan salah satu sumber konflik Palestina-Israel selama ini, di
mana kedua negara sama-sama mengklaim kota suci tiga agama itu sebagai ibu kota
masa depan mereka. Selain itu, Washington juga selama ini berperan
sebagai satu-satunya mediator konflik kedua negara di bawah Perjanjian Oslo
yang disepakati pada 13 September 1993.
Dengan keputusan kontroversial
Presiden Donald Trump akhir tahun lalu, Riad menyatakan bahwa AS sudah tidak
layak sama sekali untuk menjadi penengah dalam proses perdamaian
Israel-Palestina.
"Kami selalu menganggap AS mendukung dan berpihak terhadap Israel baik secara militer, politik, dan ekonomi," kata Riad di sela-sela lawatannya ke Indonesia selama sepekan demi menghadiri pekan solidaritas untuk Palestina.
"Kami selalu menganggap AS mendukung dan berpihak terhadap Israel baik secara militer, politik, dan ekonomi," kata Riad di sela-sela lawatannya ke Indonesia selama sepekan demi menghadiri pekan solidaritas untuk Palestina.
Riad
mengatakan sejak akhir tahun lalu, Palestina meminta negara lain terutama Uni
Eropa untuk bergabung dalam proses perdamaian. Namun, dia menyatakan Uni
Eropa tak menyambut permintaan tersebut.
"Kami mencoba
meyakinkan Uni Eropa untuk mengambil peran (dalam proses perdamaian). Tapi
mereka tidak melakukannya. Uni Eropa hanya menyatakan protes dengan
mengeluarkan pernyataan," ujar Riad.
"Kami juga
mencoba berbicara dengan Rusia dan China, tapi tidak ada satu negara pun yang
mau bicara ke AS untuk bergabung sebagai mediator dalam proses perdamaian. Jadi
Palestina terjebak dengan AS sebagai penengah yang kami tahu mereka bias."
Riad berharap setelah terpilih sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2019-2020. Tak hanya
pemerintah, Riad juga berharap warga Indonesia mau terus menunjukkan dan
memperkuat dukungannya dengan menggaungkan solidaritas terhadap Palestina di
media sosial dan berbagai gerakan serta platform lain.
"Palestina
sangat berharap terhadap dukungan dan pertolongan Indonesia di DK PBB. Sebagai
salah satu anggota, kami yakin Indoensia akan mengangkat isu Palestina dan
membawa keadilan bagi kita sehingga secara tegas terwakili di DK PBB." (eks/eks)
Pendapat saya : Sebagai negara pendukung, saya
berharap Indonesia mampu berbuat lebih untuk membantu Palestina memperjuangkan
kemerdekaan dan haknya..Negara kita bisa lebih
lantang memperjuangkan suara Palestina di PBB.Dan menteri luar negeri Palestina
tidak menyimpulkan secara sepihak tentang Bangsa Arab yang dinilai tidak peduli
soal konflik yang mereka alami dinegaranya.
Komentar
Posting Komentar